Serangkai News – Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Metro, Provinsi Lampung, dinilai telah tepat dan berkekuatan hukum mengikat terkait diskualifikasi Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Kota Metro Wahdi – Qomaru.
Menurut Anggalana, Akademisi Fakultas Hukum Universitas Bandar Lampung/Peneliti Pusat Studi Konstitusi dan Perundang-undangan Universitas Bandar Lampung, bahwa keputusan KPU tersebut telah sesuai dan tidak melanggar ketentuan.
“Menarik untuk dibahas terkait Keputusan Nomor 421 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Keputusan KPU Kota Metro Nomor 300 Tahun 2024 sebagai tindak lanjut dari Surat Bawaslu Kota Metro Nomor 305/PP.00.02/K.LA-15/11/2024 Tanggal 10 November 2024 Perihal Surat Pengantar dan Salinan Putusan Pengadilan Negeri Kota Metro Nomor 191/Pid.Sus/2024/PN.Met Tanggal 1 November 2024 yang menguatkan adanya pelanggaran hukum, yakni pelanggaran pidana terkait kegiatan yang dilakukan Calon Wakil Walikota Kota Metro dengan putusan menjatuhkan pidana kepada terdakwa, oleh karena itu dengan pidana denda sejumlah Rp.6 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan,” kata Anggalana, Jumat (22/11/2024).
Diterangkan Anggalana, sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, khususnya Pasal 73 ayat (2) yakni “Calon yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksi pembatalan sebagai calon oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota dan dikenai sanksi pidana sesuai dengan peraturan perundang-undangan” Juncto Pasal 198 yang berbunyi “Ketua dan anggota KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/Kota yang tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 ayat (2), dipidana dengan pidana penjara paling singkat 12 (dua belas) bulan dan paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dan denda paling sedikit Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah) dan paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat juta rupiah)”.
“Penormaan ini mengatur kewajiban tindak lanjut putusan pengadilan oleh KPU Kabupaten/Kota, termasuk KPU Kota Metro yang mempunyai tugas dan wewenang melakukan diskualifikasi terhadap Pasangan Wahdi-Qomaru sebagai Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota Kota Metro. Seharusnya, kita mengapresiasi kinerja dari KPU Kota Metro yang telah melaksanakan Keputusan sebagai tindak lanjut dari Putusan Pengadilan Kota Metro yang telah berkekuatan hukum mengikat (inkracht) dalam rangka menjaga kredibilitas dan integritas proses demokrasi yang berlangsung di Kota Metro,” terangnya.
Sebaliknya, lanjut Anggalana, apabila KPU Kota Metro tidak menindaklanjuti Putusan Pengadilan Kota Metro, maka berpotensi terjadinya Pelanggaran Etik sekaligus penolakan terhadap putusan lembaga peradilan yang mempunyai kewenangan dalam memberikan rasa keadilan masyarakat khususnya di Kota Metro.
“Tentunya hal ini apabila diabaikan akan berpotensi terjadinya pemeriksaan etik di Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum serta menurunkan marwah lembaga peradilan dalam hal ini Pengadilan Negeri Kota Metro,” ujarnya.
Selanjutnya, terkait kedudukan hukum Keputusan KPU Kota Metro Nomor 421 Tahun 2024 dan Keputusan KPU Kota Metro Nomor 422 Tahun 2024 tetap memiliki legalitas dan berlaku sah dalam pelaksanaan Pemilukada di Kota Metro sekalipun masa jabatan Komisioner KPU Metro berakhir pada Tanggal 20 November 2024.
Hal ini didasari bahwa Keputusan tersebut dibuat oleh Lembaga yang berwenang sesuai peraturan perundang-undangan serta ditetapkan dengan melalui mekanisme yang telah dipersyaratkan oleh peraturan perundang-undangan baik melakukan pengkajian, konsultasi ataupun berkoordinasi secara berjenjang hingga melakukan pleno untuk pengambilan Keputusan.
“Oleh karena itu, Keputusan KPU Nomor 421 Tahun 2024 maupun Keputusan KPU Nomor 422 Tahun 2024 harus tetap dilaksanakan oleh Komisioner KPU Kota Metro yang baru dilantik mengingat Keputusan KPU tersebut bersifat kelembagaan dan institusional bukan bersifat personal. Hal ini dilakukan semata-mata demi terlaksananya pesta demokrasi yang bebas, jujur dan adil,” pungkasnya. (Rian)